-->

Minggu, 20 November 2016

Eks Relawan Jokowi: Kasus Ahok Bukan Tentang Kebhinnekaan, Tapi Penistaan Agama!




KASUS AHOK BUKAN TENTANG KEBHINNEKAAN, TAPI SOAL PENISTAAN AGAMA
by Ferdinand Hutahaean
Eks Relawan Jokowi

Tanggal 19 Nopember 2016 berlangsung Parade Bineka Tunggal Ika di Jakarta. Acara ini digagas oleh sekelompok orang yang sepertinya menjadi pendukung Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta. Justru inilah yang membuat acara parade ini menarik untuk diulas.

Parade Bineka Tunggal Ika ini justru lebih kental kandungan provokatifnya daripada semangat kebinekaan yang harus dipupuk dan semangat toleransi yang harus dipelihara. Parade ini seperti ingin menunjukkan sebuah perlawanan kepada aksi umat Islam yang menuntut penegakan hukum atas dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok. Semoga tidak seperti itu semangatnya dan berharap semangatnya murni tanpa politik. Tapi mungkinkah ini dipisah dari politik melihat para penggagasnya?

Secara langsung maupun tidak langsung, parade ini seakan ingin membentuk opini bahwa saat ini ada ancaman terhadap kebinekaan, ada kekuatiran terhadap pecahnya kerukunan antar anak bangsa yang beragam agama, suku dan budaya. Sangat aneh memang jika tuntutan penegakan hukum terhadap penista agama dianggab sebagai ancaman kebinekaan. Ini pemikiran tak layak dimunculkan apalagi harus digagas dalam sebuah parade yang justru besar nuansa provokatifnya dan mengipas bara api yang belum padam.

Benarkah ada ancaman terhadap kebinekaan? Coba kita lihat fakta lapangan dengan baik. Adakah kita menemukan ketidaknyamanan penduduk minoritas hidup bermasyarakat ditengah komunitas mayoritas? Adakah minoritas seperti Kristen, Hindu dan Budha dilarang beribadah oleh umat Islam yang mayoritas? Adakah acara-acara keagamaan atau budaya minoritas dilarang dilakukan ditengah publik? Tidak sama sekali, bahkan budaya Barongsai yang berasal dari Cina dan bukan budaya asli bangsa ini tidak dilarang dan bebas dilaksanakan kapan saja dimana saja.

Tidak ada ancaman kebinekaan yang sedang terjadi dan tidak akan pernah terjadi dinegara ini. Bahkan ketika aksi Bela Islam berlangsung dan ada acara pernikahan di Gereja Katedral, peserta aksi malah membuka jalur untuk iring-iringan pengantin yang jelas minoritas di negara ini. Ini bukti sahih tidak ada ancaman kebinekaan yang sedang terjadi.

Mengaitkan tuntutan penegakan hukum kasus penistaan agama dan aksi Bela Islam dengan ancaman kebinekaan adalah pemikiran primitif yang tidak layak ada diera sekarang. Terlalu kuno dan justru bersifat rasis.

Bom digereja  Samarinda juga tidak layak dikaitkan sebagai ancaman terhadap kebinekaan, akan tetapi ancaman terhadap kedaulatan negara karena itu adalah teror yang tujuannya menyerang ideologi bangsa dan bukan menyerang kebinekaan. Ini yang harus dipahami supaya tidak muncul upaya-upaya yang justru menjadi ancaman terhadap kebinekaan. Apapun bentuknya yang cenderung justru akan memanasi situasi harus dihentikan.

Mestinya parade kebinekaan itu tidak dilakukan saat suhu politik mati-matian didinginkan oleh Presiden Jokowi. Presiden bersusah payah menurunkan tensi politik dengan melakukan safari politiknya. Sayangnya ada sekelompok orang yang mungkin didasari niat baik tapi justru mengipas bara yang sudah mulai reda. Parade itu terlanjur dinilai sebagai kontra dari aksi bela Islam. Parade itu terlanjur dijustifikasi opini sebagai paradenya para pendukung Ahok yang meski kebenarannya belum tentu demikian. Tapi opini publik sudah menghakimi.

Sebaiknya semua pihak harusnya bisa lebih bijaksana dan bisa lebih menahan diri. Jangan mengaitkan Ahok dengan ancaman Kebinekaan. Karena kasus Ahok bukan masalah kebinekaan tapi masalah hukum yang melanggar pasal 156 a Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang penistaan agama. Ini yang harus dipahami sehingga jangan ada yang menyeret-nyeret kasus ini kepada masalah kebinekaan yang tertanggu.

Presiden mungkin perlu mengingatkan para pihak yang menggagas parade itu karena bertolak belakang dengan upaya presiden mendinginkan suhu politik yang sedang panas. Semoga tidak memanasi.

Previous
Next Post »

Post Comment