[portalpiyungan.info] Memiliki pilihan politik dan mendukung tokoh politik atau partai politik tertentu adalah hak setiap warga negara yang dilindungi UU. Hanya saja memang kita juga tidak bisa memaksa orang untuk harus bersepakat dengan pilihan politik kita.
Seorang atasan atau pemilik perusahaan tak bisa memaksa anak buahnya untuk harus mematuhi pilihan politik yang dianut oleh pemilik perusahaan atau pimpinan tersebut. Karena kebebasan memilih dan berpihak juga dimiliki anak buahnya atau para karyawannya. Jika dipaksakan, akan terjadi efek yang justru mungkin bisa merugikan perusahaan. Seperti yang terjadi pada perusahaan transportasi online, Grab Indonesia.
Pasca twit dukungan, yang diakui oleh admin @GrabID sebagai pelanggaran akses, kepada Ahok, beberapa pengemudi Grab, baik GrabBike maupun GrabCar mengakui pendapatan mereka berkurang karena adanya penurunan permintaan penumpang.
Seperti dirilis republika.co, Bayu, pengemudi Grab, di kawasan Stasiun Manggarai mengatakan adam keluhan dari pengemudi ke pihak manajemen, terkait twit yang menyebut Grab Indonesia mendukung salah satu calon di pilkada DKI.
Akibat kicauan tersebut, Bayu menuturkan, beberapa driver Grab di group WhatsApp sempat mengeluhkan adanya penurunan order.
"Beberapa yang sempat turun itu di wilayah Klender, Cipinang, Pondok Kopi di Jakarta Timur," tambahnya.
Joko, pengemudi Grab, meminta manajemen sikap tegas agar kasus twit tidak terulang.
"Kita banyak dapet komplain dari penumpang, padahal kita tidak tahu apa-apa soal itu", ujar dia.
Ridwan, pengemudi Grab lainnya menuturkan penurunan order langsung dirasakannya 1 hari setelah kicauan dukungan tersebut.
"Biasanya bisa 10 order, Mas. Sekarang cuma 5 sampe 6, udah gitu trip-nya pendek", tuturnya kepada tim Portal Piyungan, hari ini, Ahad, 20 November 2016.
Ridwan menambahkan, "Bahkan adek saya aja apus aplikasi Grab. Alasannya nggak mau kasih makan orang kaya pendukung Ahok", tandasnya.
Ridwan hanya bisa mengimbau agar tidak perlu menghapus aplikasi \Grab karena toh manajemen sudah minta maaf,
"Jangan hapus lah, manajemen kan udah minta maaf. Kasihani kami yang hanya numpang cari makan", tuturnya.
Lain lagi cerita Suhardi.
"Saya dikomplain tamu gara-gara twit dukung Ahok. Saya nggak ngerti apa-apa. Ngerti Twitter aja enggak", tuturnya kepada tim Portal Piyungan.
Sebelumnya, Rabu, 16 November 2016 lalu, publik dibuat geger dengan kicauan akun resmi Twitter Grab Indonesia, yang menyatakan mendukung Ahok, dengan menggunakan tagar #KamiAhok pada akhir kicauan.
Sontak kicauan tersebut menjadi kontroversi di dunia maya, Beberapa netizen yang menganggap Grab Indonesia tidak sensitif terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok membuat gerakan uninstall aplikasi Grab di ponsel mereka.
Pihak Grab akhirnya menghapus kicauan tersebut, meminta maaf, serta mengklarifikasi bahwa Grab, sebagai layanan jasa transportasi tidak memiliki afiliasi politik tertentu.
Sayangnya, klarifikasi Grab tersebut tidak diikuti dengan menghapus twit tertanggal 11 September 2014 yang menampilkan foto tim Grab Taxi Indonesia bersama Ahok sehingga publik semakin yakin jika sebenarnya Grab mendukung Ahok.
Post Comment